Sebuah catatan:
Kepada sahabat gue yang kehilangan kepercayaan pada cinta
My dear best friend,
Malem ini sambil nemenin suami gue kerja di sebelah gue,
Gue keinget elo.
What are you doing tonight my girl friend?
Are you still awake at this middle of the night?
I’m sure you still remember that we used to be awake until the morning came.
And that was which brought us together as friends.
We used to be touring together through the Sydney nightlife from one club to another.
Or just hanging out at our flats from one cigarette to another (yes dear, at that time I was a smoker).
Kita ketemu gak sengaja. Gue masih di kelas Inggris di Insearch and so did you. Lo classmatenya Mel, which then becoming my sharemate. Mel juga yang ngenalin lo ke gue di lift pas ketemu by accident. Kesan gue sama lo saat itu, “Gila jutek abis niy cewe!”.
Gue sendiri gak tau apa kesan lo ke gue. Mungkin bisa jadi “aneh banget niy cewe”. Dan gue gak bakal salahin lo seandainya saat itu kalimat itu yang ada di otak lo. Gue masih inget kok gimana my sense of style at that time. Very wild, very unpredictable, very fluctuative. I can be a rocker look alike tomboy at one time and transform to a romantic goddess at the evening with a bit harajuku craziness here and there (I miss that era when you think you could wear anything and I mean ‘anything’! without even feeling a slight of guilt).
That fashion misbehave-lah yang menurut gue akhirnya malah membuat kita satu sama lain merasa punya persamaan di awalnya. Kalo gue sangat tergila-gila dengan stylenya orang-orang Jepang yang gue temuin di jalan, sementara lo tergila-gila sama gaya hippies aussies dengan pakaian hitam dan rambut ungu tua mereka. Tapi setelah spent so many nights talking, dancing, smoking, drinking and shopping together, ternyata kita nemuin much more in common between us. We are two spontaneous-art lover-flea market shopaholics-Bjork freaks who enjoyed life as it is.
Spending time with you was just like riding a roller coaster, my dear. Gimana gak, sama lo, kita ke Contemporary Art Museum bareng untuk ngeliat idola kita Bung Keith Harring yang karya-karyanya menurut kita daring tapi keren abisss. Gak tau udah berapa café dan resto udah kita jelajahi. Prinsip kita ‘dare to try new places’. Walo kadang suka salah tempat. Inget kan bu, kita pernah nyasar ke club gay. Dimana lo akhirnya malah di godain cewe. Hehehe… Trus lo inget juga kan pas kita nyobain Greek Restaurant yang di Pitt Street, yang ternyata isinya lamb in everything they cooked. Gue jadi terpaksa nyobain makanan yang bentuknya persis seperti Lasagna but with lamb chop in it. My God…
Terus belom lagi tergila-gilanya kita sama flea market, sampe-sampe setiap kita liat ada flea market di mana aja, kita maen turun aja dari bis padahal tujuannya mau kemana… Terus kalo udah mau nginep, asal aja gitu. Gak pake rencana dan persiapan. Dan bisa crashing dimana aja, di flat lo, studio room gue dan Mel, flatnya Taro sama Andri, di Desi and Debbie, di tempat Elf, cuma yang belom di kolong jembatan aja (Thank God!). Belom lagi yang kita nonton balet di Opera House, dengan dandanan formil abis (padahal naik bis). Tapi gara-gara jeng Vita dandanannya lama kita jadi terlambat dan terpaksa masuk setelah break. Gue inget banget muka lo bete abis.
Terus lo inget gak pas kita nonton film indie (di bioskop yang nyetel film indie di George Street). Gue masih inget judulnya, Chasing Amy. Yang maen Ben Affleck sebelum dia jadi ngetop kaya sekarang. Dan saat itu (tahun 1997), sutrada tuh film (yang gue gak inget sama sekali siapa namanya) udah bikin film dengan teknik handheld, teknik yang sekarang di pake melulu sama Rudi Sudjarwo. Bisa jadi Bung Rudi nonton juga tuh film ya.
Dan inget juga gak lo, pas kita nonton Evita. Dari yang bertujuh ato bersembilan gitu. Cuma tinggal kita doang yang gak cabut ditengah film, karena kita penasaran gimana akhir ceritanya (secara kita ngefans banget juga sama Madonna). Terus inget gak kita nonton konser Cardigan rame-rame. Seru ya bu…
Gue juga masih inget kebiasaan lo ngebakar incense yang pada akhirnya malah gue ikutin. Gue juga masih inget banyak detail kecil yang kita lakuin bareng-bareng because they’re too precious and have to be preserved for good.
Lo tau gak waktu lo pindah dan cabut dari Sydney. Gue keilangan banget. Sekalipun malem farewell lo kita habisin dengan jalan ke 3 club secara marathon, gak ngilangin rasa sedih gue sedikit pun. Gimana gak! terlalu banyak yang udah kita lewatin. Bahkan lo juga yang nyaksiin gue tipsy as first timer di café Kink (another gay’s café, hehehe…). Lo juga yang told me to stop smoking even you still are until this right moment.
Sydney never felt the same after you left my dear. Even Mel was a great sharemate, but she never could be as crazy as you were. Gimana gak, lo dan gue bisa mutusin untuk cabut jalan pas jam 1 malem even kita udah slipped into our pajamas, sementara Mel gak bisa. Hehehe… “Gue belom siapin mau pake baju apa”, gitu alasan ibu satu itu. Sementara kita, langsung ganti baju apa aja terus cabut di dinginnya malam. Nuts…
Tapi rupanya, kepindahan lo ke Singapur. Gak mutusin temenan kita. Setelah years went by. Setelah gue balik for good to this most polluted city. Elo juga. We keep on hanging out as friends.
Begitu juga dengan love life kita juga melewati banyak fase. Lo sempet stuck with that 10 years of unblessed relationship of yours and me with a man which then become the father of my daughter. But then your relationship ended and also my marriage. Than we comfort each other by hanging out together again. And again you witness me got drunk by a drink you recommended (I guess it was really a dejavu for you, cos that was exactly what happened at Kink).
Until one day I introduced you to a friend that I thought was a great man. Tapi bener lho this jerk (lets call him that) used to be a very good friend of mine. Tempat gue curhat. Dan dia udah lama banget minta dikenalin sama lo karena lo punya keyakinan yang sama dengan dia. Dan setelah dia denger gue promosiin lo, dia langsung tertarik untuk kenalan sama lo. Butuh waktu setahun sampai akhirnya kesampean juga mempertemukan kalian berdua. Dan gue rasa it was love at first sight. Karena setelah itu, that jerk’s been asking you a lot. After that you two had been going out. Gue udah yakin kalo gue lo berdua bakal berjodoh sampai memutuskan untuk menikah.
Gue yang moto pre-wed lo berdua. Gue juga yang nge-desain undangan lo, menurut request lo. Kita kerjain tuh undangan sampe jam 5 pagi di ruang kerja gue (yang sekarang udah jadi kamar tidur mertua gue). Sampe H minus sebulan. Hari itu gak bakal bisa ilang dari ingetan gue, hari minggu, lo telpon gue pagi-pagi. Lo bilang lo gak bisa hubungin that jerk. Gue bantuin lo telpon-telponin dia. Sampai akhirnya telpon gue tersambung dan dia sampein berita yang membuat hari gue seketika mendung. Gue menangis sejadi-jadinya. Sehari itu mood gue langsung jelek. Gue lemes. Itu gue, gimana elo. Hati lo pasti hancur banget ya…
Saat itu gue masih berharap semua itu cuma mimpi dan salah paham semata. Tapi ternyata yang udah terjadi gak bisa di koreksi dan di undo lagi. The wedding was off – canceled and not even delayed. Gue yakin ini bukan hanya menyakiti lo, tapi seluruh keluarga lo. Nyokap lo. Dan gue mohon ampun sama lo. Karena gue yang ngenalin lo ke bajingan itu. Lo bilang it was not my fault. Tapi kenapa sampai detik ini rasa bersalahnya gak pernah bener-bener ilang bu… Setiap gue mengingat kejadian itu gue pengen nangis.
Dan saat lo kemaren ke rumah gue (after a while) sebelum kita jalan ke konser nona Godsmundottir, lo bilang, setiap sudut rumah ini membawa kenangan buruk buat gue (gue foto pre-wed lo di sini, di sofa hitam putih ini dengan latar belakang dinding merah ini). Gue bisa liat ada luka di sudut mata lo. Dan percaya bu, luka gue tiba-tiba ikutan nyeri lagi. Rasanya saat itu juga gue pengen minta ampun lagi sama lo. Semua ini gara-gara ke alpaan gue ngeliat what’s underneath kepriadian bajingan itu.
Bu… Gue liat setelah kejadian itu lo seperti keilangan kepercayaan pada cinta. Lo pesimis banget memandang cinta. Lo jadi skeptis terhadap cinta. Dan semua itu membuat gue miris. Gue pengen bilang sama elo sebenernya kita harus tetap percaya bahwa cinta itu ada, hanya menunggu waktu yang tepat. Tapi siapa gue… Gue orang yang ngenalin lo sama penjahat itu!!!
Gue gak bisa berkata-kata bu… Tapi gue cuma pengen lo liat gue. Saat cinta dan kehilangan cinta udah memporak porandakan hidup gue, gue masih percaya cinta sejati itu ada hanya sedang menunggu untuk ditemukan. Dan ternyata bener kan bu, Gue menemukannya sekalipun dengan status dan keadaan gue saat itu ( a divorcee and a child’s bearer). Dan cinta itu yang sekarang menghangatkan hati gue dan menyelimutinya dengan cahaya matahari.
Gue yakin bu, suatu saat akan datang cinta itu. Sekalipun lo gak butuh karena you’re one hell of independence woman I’d known. Tapi dengan cinta, hidup lo akan jadi lebih lengkap.
But girl… Gue juga yakin dengan kesendirian lo sekarang, lo gak pernah kesepian. Lo dikelilingi dengan orang-orang yang menyayangi lo. Keluarga dan sahabat-sahabat yang tulus mengasihi lo. So You must be one happy single bachelorette ever. Kesimpulannya hidup lo udah lengkap.
So sabahat gue yang kehilangan kepercayaan pada cinta, here I am, still you’re friend. Janji ya kita bakal tetap melalui banyak hal (yang lebih dewasa) sama-sama. Lo masih bisa dateng ke gue untuk cerita (lo bahkan masih bisa crashing di rumah gue lagi). Sekali lagi gue minta maaf karena ke alpaan gue. Gue juga minta maaf karena terlalu banyak menghilang. But now I’m back with your best girl buddy tag pinned on my chest.
I always love you my dear friend.
No comments:
Post a Comment